Saturday, October 16, 2010

Subjek dan Objek Pajak

  1. Subjek Pajak
Orang atau badan yang menurut undang-undang telah memenuhui syarat-syarat subjektif untuk ditetapkan sebagai subjek pajak.

  1. Objek Pajak
Orang atau badan yang menurut undang-undang telah memenuhui syarat-syarat objektive untuk ditetapkan sebagai objek pajak.


Pajak Penghasilan

A.     Subjek Pajak Penghasilan
Yang dimaksud subjek pajak adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Pasal 2 Undang-Undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang no 17 tahun 2000 yang merinci subjek pajak sebagai berikut :


1. Subjek Pajak Dalam Negeri
a. Subjek pajak orang pribadi.
Seseorang dapat menjadi subjek pajak dalam negeri apabila dia memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
  • Betempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari, tidak harus berturut-turut dalam jangka waktu 12 bulan
  • Dalam suatu tahun pajak, seseorang tersebut berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.

b. Subjek pajak badan
Badan yang menjadi subjek pajak adalah badan yang didirikan atau betempat kedudukan di Indonesia.

c. Subjek Pajak Warisan yang Belum Terbagi sebagai Satu Kesatuan,
    menggatikan yang berhak.
Hal ini terjadi karena wajib pajak yang telah mempunyai NPWP meninggal dunia dan meninggalkan warisan yang belum dibagi, maka warisan tersebut akan menjadi subjek pajak dan secara otomatis memperoleh NPWP yang sesuai dengan NPWP wajib pajak yang meninggal.

2. Subjek Pajak Luar Negeri
   a. Subjek Pajak Orang Pribadi
Sebagaimana pada subjek pajak dalam negeri. Pada subjek pajak luar negeri, seseorang yang menjadi subjek pajak harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Hal utama  yang harus dipenuhi adalah orang tersebut tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (duabelas) bulan. Dalam hal tersebut dia memenuhi syarat sebagai berikut :
  • Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
  • Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

b. Subjek Pajak Badan
Badan yang menjadi subjek pajak luar negeri adalah badan yang tidak didirikan dan tidak betempat kedudukan di Indonesia yang memenuhi syarat sebagai berikut :

  • Menjalankan Usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
  • Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Hal utama yang perlu dipahami adalah subjek pajak dalam negeri akan menjadi wajib pajak setelah dia memperoleh penghasilan dengan batas-batas yang ditentukan dalam Undang-Undang pajak penghasilan. Sedangkan subjek pajak Luar negeri menjadi wajib pajak apabila dia telah memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia, termasuk melalui bentuk usaha tetap. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa wajib pajak adalah pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektifnya.

B. Objek Pajak Penghasilan
Yang menjadi objek pajak dalam pajak penghasilan adalah penghasilan.  penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Objek pajak tersebut dapat dikelompokan sebagai berikut :

1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti gaji, honorarium, penghasilan dari raktek dokter, notaries, sktuaris, akuntan, pengacara dan sebagainya
2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan
3. Penghasilan dari modal penggunaan harta, seperti sewa, bunga, deviden, royalty, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainya.
4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti :
  • Keuntungan karena pembebasan utang
  • Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
  • Selisih lebih Karen penilaian kembali aktifa
  • Hadiah undian

Perbedaan antara wajib pajak luar negeri dan dalam negeri yaitu bagi wajib pajak dalam negeri yang menjadi objek pajak adalah penghasilan baik yang berasal dari Indoneisia atau berasal dari luar Indonesia. Sedangkan yang menjadi wajib pajak luar negeri hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.


I. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2
            Pasal 4 Undang-undang pajak penghasilan no 36 tahun 2008 menjelaskan tentang objek pajak yang bersifat final.
Objek pajak tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Penghsilan berupa bunga deposito dan tabungan lainya, bunga obligasi dan
surat utang Negara dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
2.      Penghasilan berupa hadiah undian
3.      Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainya, transaksi derivative
yang diperdagangkan ke bursa dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasanganya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
4.      Penghasilan dari transaksi, pengalihan harta, berupa tanah dan atau bangunan,
usaha jasa konsumsi, usaha real esatate dan persewaan tanah dan atau bangunan.
5.      Penghasilan tertentu lainya yang diatur dengan atau berdasarkan Peraruran
Pemerintah. 
            Subjek pajak dari obejek-objek pajak tersebut adalah orang pribadi atau badan yang mendapat penghasilan dari objek tersebut.


II. Pajak Penghasilan Pasal 15
          Pajak penghasilan pasal 15 adalah pemotongan PPh yang dilakukan oleh wajib pajak tertentu yang menggunakan norma perhitungan khusus.

A. Subjek dan Objek  PPh Pasal 15
            Yang menjadi subjek pajak PPh pasal 15 adalah perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas, dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah. Objek pajak dalam hal ini adalah penghasilan yang diterima oleh badan-badan tersebut.



III. Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas wajib pajak orang dalam negeri. Ketentuan pasal 21 Undang-undang pajak penghasilan mengatur pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekrjaan, jasa dan kegiatan.

A. Subjek dan Objek  PPh Pasal 21
Yang menjadi subjek PPh pasal 21 adalah penerima penghasilan yang dipotong oleh pemotong sebagaimana yang ditentukan dalam undang-undang. Penerima penghasilan tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sehbungan dengan pekerjaan yang dikakuan pegawai tau bukan pegawai.
      Pemberi kerja tersebut wajib melakukan pemotongan terhadap objek pajak berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan  pembayaran lain sehbungan dengan pekerjaan yang dikakuan pegawai tau bukan pegawai yang telah memenuhi syarat objektifnya sesuai dengan undang-undang.
2.      Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.
      Bendahara pemerintah tersebut wajib melakukan pemotongan terhadap objek pajak gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.yang diterima oleh perseorangan atau badan yang telah memenuhi syarat subjektifnya sesuai dengan undang-undang.
3.      Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan
pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun.
Dana pensiun wajib melakukan pemotongan terhadap objek pajak uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apapun dalam rangka pensiun yang telah memenuhi syarat objektifnya sesuai dengan undang-undang.
4.      Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sehubungan dengan
jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
Badan tersebut melakukan pemotongan terhadap objek pajak berupahonorarium atau pembayaran lain sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang telah memenuhi syarat objektifnya sesuai dengan undang-undang.
5.      Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran kegiatan sehubungan
dengan pelaksanaan suatu kegiatan.
            Penyelenggara kegiatan wajib melakukan pemotongan terhadap pihak yang diberi imbalan sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan, yang telah memenuhi syarat objektifnya sesuai dengan Undang-Undang.

IV. Pajak Penghasilan Pasal 22

A. Subjek  Pajak Penghasilan Pasal 22
      Menurut undang-undang pajak penghasilan no 36 tahun 2000 pasal 22, yang menjadi subjek pajak adalah sebagai berikut :
1.      Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang. Dalam hal ini  objek pajaknya adalah  pembayaran suhubungan dengan penyerahan barang.
2.      Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari wajib pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3.      Wajib pajak badan tertentu yang memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Wajib pajak tersebut melakukan pemungutan terhadap pembelian barang mewah yang dilakukan oleh pembeli.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi objek pajak sesuai dengan PPh pasal 22 adalah impor barang dan penjualan hasil produksi atau penyerahan barang.

V. Pajak Penghasilan Pasal 23

A. Subjek dan Objek Pajak PPh Pasal 23
Yang menjadi subjek pajak penghasilan pasal 23 adalah sebagai berikut :

1.      Badan pemerintah
2.      Subjek pajak badan dalam negeri
3.      Penyelenggara kegiatan
4.      Bentuk usaha tetap
5.      Perwakilan perusahaan luar negri.

Subjek pajak tersebut melakukan pemotongan terhadap wajib pajak luar negeri.

B.     Objek Pajak Penghasilan Pasal 23
Objek pajak penghasilan sesuai dengan pasal 23 undang-undang pajak
penghasilan no 36 tahun 2008 adalah deviden dengan nama dan dalam bentuk apapun. 


VI. Pajak Penghasilan 26

A. Subjek Pajak Pasal 26
1.      Badan pemerintah
2.      Subjek pajak badan dalam negeri
3.      Penyelenggara kegiatan
4.      Bentuk usaha tetap
5.      Perwakilan perusahaan luar negri.

B. Objek Pajak Penghasilan Pasal 26
Objek pajak penghasilan sesuai dengan pasal 23 undang-undang pajak
penghasilan no 36 tahun 2008 adalah deviden dengan nama dan dalam bentuk apapun. 
PPh pasal 26 mempunyai kemiripan dengan PPh pasal 23. Akan tetapi perlu ditekankan bahwa perbedaan mendasarnya adalah subjek pajak penghasilan pasal 26 melakukan pemotongan pajak terhadap wajib pajak luar negeri.
Pajak Pertambahan Nilai

A. Subyek Pajak Pertambahan Nilai :
1. Untuk penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak, maka yang ditunjuk
   sebagai subjek pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan.
2. Untuk impor barang kena pajak, maka yang ditunjuk sebagai subjek pajak adalah
   pengusaha,orang pribadi atau badan yang melakukan impor.
3. Untuk pemanfaatan barang kena pajak dan jasa kena pajak di luar daerah pabean,
   maka yang ditunjuk sebagai subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang
   melakukan pemanfatan.
4. Pengusaha kecil yang minta dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak yang
      melakukan penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak.
Jika dalam objek Pajak Pertambahan Nilai yang ditekankan adalah adanya penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, maka dalam subjek Pajak Pertambahan Nilai yang dibahas adalah siapa yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP.
B. Objek Pajak Pertambahan Nilai
Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah  terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:                 
                                   
1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:
   a. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;
   b. Pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan  
       perjanjian leasing;
   c. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru 
       lelang
   d. Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak
   e. Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak    untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan;
   f.  Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan
       penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang;
   g. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi.


Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:      
    a. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang                               
    b. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang
    c. Penyerahan Barang Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang." 

2. Impor Barang Kena Pajak
Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.

3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak yang berupa setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.

4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak     tidak berwujud dari luar Daerah Pabean karena suatu perjanjian di dalam Daerah Pabean.


5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah     Pabean di dalam Daerah Pabean.

6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
            Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.
Penetapan jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut:                      
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;             
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;   
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya;          
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBm)
A. Subjek Pajak PPnBm
1.       Untuk penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak, maka yang ditunjuk
sebagai subjek pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan.
2.       Untuk impor barang kena pajak, maka yang ditunjuk sebagai subjek pajak
adalah pengusaha,orang pribadi atau badan yang melakukan impor.
B. Objek Pajak PPnBM
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan atas:                      
1. Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2. Impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.
Agar definisi dari baranng kena pajak yangtergolong mewah menjadi lebih jelas, maka terdapat batasan-batasan mengenai barang kena pajak. Berikut ini adalah yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah :
1. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok
2. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
3. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
4. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status
5. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat, seperti minuman beralkohol.
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah oleh Pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor.
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
A. Subjek PBB
Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai :
-          hak atas bumi, dan atau
-          memperoleh manfaat atas bumi dan atau
-          memilki, menguasai, dan atau
-          memperoleh manfaat atas bangunan
Subjek PBB yang dikenakan kewajiban membayar PBB berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku menjadi wajib pajak. Dalam hal objek PBB belum jelas diketahui wajib pajaknya, maka Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek pajak. Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud sebelumnya dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak dimaksud. Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak sebagaimana dimaksud sebelumnya disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan – alasannya.

B. Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan, yaitu :
  1. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman, serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya
  2. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam / dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
a. jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut
b. jalan tol
c. kolam renang
d. tempat olahraga
e. galangan kapal, dermaga
f. taman mewah
g. tempat penampungan / kilang minyak, aiar dan gas, pipa minyak
h. fasilitas lain yang memberikan manfaat
BEA MATERAI
Subjek Bea Materai adalah orang pribadi atau badan yang memerlukan surat atau dokumen.
Objek Bea Materai menurut Undang-Undang No.13 tahun 1985 adalah DOKUMEN (kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan). Sedangkan subjek Bea Materai adalah orang pribadi yang membuat atau badan yang memerlukan surat atau dokumen.

A. OBJEK YANG DIKENAKAN  TARIF BEA MATERAI Rp 6.000,00
1.       Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata
2.       Akta-akta notaries termasuk salinannya
3.       Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya
4.       Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 1.000.000,- :
a.       yang menyebutkan penerimaan uang
b.       yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan ung dalam rekening di bank
c.       yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
d.      yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan
5.       Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek yang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,-
6.       Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,-
7.       Dokumen lain yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan :
a.       Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan
b.      Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Materai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan untuk orang lain, lain dari maksud semula untuk orang lain, lain dari maksud semula.

B. OBJEK YANG DIKENAKAN  TARIF BEA MATERAI Rp 3.000,00

1.   Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 250.000,- tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,-:
a. yang menyebutkan penerimaan uang
b. yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan ung dalam rekening
    di bank
c. yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
d. yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya
    telah dilunasi atau diperhitungkan
2.  Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek yang harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,- tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,-
  1. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari dari Rp 250.000,- tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,-
  2. Cek dan bilyet giro dengan harga nominal berapapun.



BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)

A. Subjek BPHTB
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas
tanah dan bangunan. Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak BPHTB menurut Undang-Undang BPHTB

B. Objek BPHTB
            Yang termasuk  Objek BPTHB adalah hak atas tanah dan bangunan.

Related Post:

0 komentar: