Monday, August 30, 2010

TATA CARA PENGENAAN, PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN PAJAK

Tata Cara Pengenaan Pajak

Pajak merupakan iuran yang menjadi sumber dana utama bagi keuangan negara. Pembiayaan pembangunan negara banyak bersumber dari pajak. Tata cara pengenaan pajak dan sanksi-sanksi berkenaan dengan pelaksanaan undang-undang ini dilakukan sesuai dengan undang-undang no 6 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan undang-undang no 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas undang-undang no 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pembahasan lebih lanjut mengenai pengenaan pajak adalah sebagau berikut :

I. Pengenaan Pajak Penghasilan.
Pajak penghasilan merupakan salah satu sumber peneriman negara yang berasal dari pendapatan rakyat dan diatur dengan undang-undang yang dapat memberikan kepastian hukum sesuai dengan kehidupan dalam negara demokrasi pancasila. Tata cara pengernaan pajak penghasilan pada dasarnya menyangkut subjek pajak ( siapa yang dikenakan), objek pajak (pentebab pengenaan ) dan tarif pajak (cara menghitung jumlah pajak) dengan pengenaan yang merata serta pembebanan yang adil diatur dalam undang-undang pajak penghasilan.


A. Subjek Pajak
Yang menjadi subjek pajak adalah
1. a. Orang pribadi atau perseorangan.
b. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan, menggantikan yang berhak.
2. Badan yang terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, badan usaha milik Negara dan daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perseroan atau kumpulan lainya, firma, kongsi, perkumpulan koprasi, yayasan atau lembaga dan bentuk usaha tetap.

Subjek pajak penghasilan juga dikelompokan menurut subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Lebih detainya adalah sebagai berikut :

1. Subjek pajak dalam negeri
a. Orang yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau orang yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
c. Bentuk usaha tetap yang dipergunakan untuk menjalankan kegiatan usaha secara
teratur di Indonesia dan tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia dan perusahaan asuransi yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia.

2. Subjek pajak luar negeri
Yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri adalah subjek pajak yang tidak bertempat tinggal, tidak didirikan atau tidak berkedudukan di Indonesia, yang dapat atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.

B. Objek Pajak
Yang menjadi objek pajak penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang bersal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan bentuk apapun sebagaimana yang diatur dengan undang-undang.

C. Tarif pajak
Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi :
1. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000 5%
Diatas Rp 50.000.000 s.d Rp 250.000.000 15%
Diatas 250.000.000 s.d 500.000.000 25%
Diatas 500.000 30%

2. Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah paling tinngi sebesar
28%.
Dan mulai 2010, menjadi tunggal 25%.

II. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
Dalam pajak pertambahan nilai, dasar pengenaanya adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

A. Wajib Pajak
Terdapat beberapa badan yang menjadi subjek pajak dalam pajak pertmabahan nilai. Badan-badan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengusaha kena pajak (PKP),pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan
sebagai pengusaha kena pajak dan pedagang eceran/pedagang eceran besar
2. Kantor bendaharawan Negara dan bendaharawan yang ditunjuk sebagai pemungut
pajak.
3. Badan-badan tertentu seperti pertamina, kontraktor kontrak bagi hasil dan kontrak
area di bidang minyak dan gas bumi dan pertambangan umum lainya, BUMN dan BUMD, bank pemerintah, bank daerah serta perusahaan operator telepon pajak.

B. Objek Pajak Pertambahan Nilai
Yang menjadi objek pajak pertambahan nilai adalah sebagai berikut :
1. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
2. Impor barang kena pajak.
3. Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
4. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
5. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
6. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.

C. Tarif Pajak Pertambahan Nilai.
1. Tarif pajak pertambahan nilai adalah 10 %.
2. Tarif pajak pertambahan nilai atas ekspor barang kena pajak adalah 0 %
3. Tarif pajak pertambahan nilai yang 10%, dapat diubah serendah-rendahnya 5%,7 setinggi-tingginya 15% sesuai dengan peraturan pemerintah.

Tata Cara Pemungutan Pajak

Pada dasarnya system pemungutan pajak terdiri dari official assessment , self assessment, dan with holding.
1. Official Assessment adalah sistem pemungutan pajak dengan penetapan pajak
oleh aparatur. Proses pemungutannya diawali dengan tahap penetapan besarnya pajak oleh aparatur.
2. Self Assessment adalah sistem pemungutan pajak yang menempatkan wajib pajak
pada posisi yang aktif atau dapat dikatakan dengan memanusiakan manusia itu sendiri.
3. With Holding adalah sistem penentuan perhitungan besarnya pajak yang
dilakukan dengan bantuan pihak lain. Contohnya oleh bendaharawan.

Selanjutnya, sesuai dengan prinsip perpajakan di Indonesia yang menganut sistem self assessment, maka setiap wajib pajak harus menghitung dan menyetor pajaknya sendiri tanpa menunggu Surat Ketetapan Pajak dari Direktur Jenderal Pajak. Prinsip tentang membayar pajak sendiri tanpa menguntungkan adanya ketetapan pajak ini sesuai dengan Pasal 12 ayat 1 UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakn sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 16 th 2000 dan berdasarkan UU RI No. 28 th 2007 pasal 2 ayat 1 tentang Ketentuan Umum dan Tata Perpajakan, disebutkan bahwa setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktoral Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. Lalu pada ayat 2 juga disebutkan bahwa setiap wajib pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktoral Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

Selain perihal – perihal di atas, Di dalam UU RI No. 36 th 2008 Pasal 22 ayat 1 dinyatakan bahwa Menteri Keuangan dapat menetapkan :
1 Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang.
2. Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari wajib pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain
3. Wajib pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan
barang yang tergolong sangat mewah
Selain itu, pada ayat 2 dinyatakan bahwa ketentuan mengenai dasar pemungutan, kriteria, sifat, dan besarnya pungutan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dan pada pasal 3 disebutkan besarnya pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100 % daripada tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang dapat menunjukan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Selain itu, untuk pemungutan pajak pertambahan nilai diatur di dalam UU RI No. 11 Tahun 1994 Pasal 16 ayat 1 yang menyatakan bahwa pajak yang terutang atas penyerahan pajak Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut pajak Pertambahan Nilai dan pada ayat 2 disebutkan bahwa Tata Cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak oleh Pemungut Pajak pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan


Tata Cara Pemotongan Pajak

Pajak merupakan iuran yang bersifat wajib. Setiap orang yang memenuhi syarat menjadi wajib pajak berkewajiban untuk membayarkan pajak yang terutang. Kita ketahui bahwa terdapat tiga sistem pemungutan pajak, yaitu official assessment, self assesmen dan with holding . Di Indonesia sendiri sistem self assessment merupakan sistem yang diterapkan guna menggalang kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Akan tetapi keterbatasan yang ada masyarakat dapat menjadi masalah bagi keberhasilan sistem ini. Untuk mengatasi hal itu maka sistem with holding sedikit diadopsi, yaitu sisitem yang pemungutan pajak melibatkan pihak ketiga, jadi tidak terdapat interaksi secara langsung antara wajib pajak dan aparat pemungut pajak. Sistem ini sering diterapkan dalam pemungutan pajak penghasilan. Dalam sistem ini sebagian besar penerima gaji mendapatkan pemotongan atas gaji mereka, dan mekanisme dari pemotongan pajak tersebut diatur dalam undang-undang.

II. Pemotongan Pajak yang Berkaitan dengan Wajib Pajak Dalam Negeri
Menurut Undang-Undang penghasilan no 17 tahun 2000 terdapat pihak-pihak yang mempunyai kewajiban untuk membantu pemerintah dalam memungut pajak .Pihak tersebut melakukan pemotongan terhadap orang-orang yang terlibat dengan pihak tersebut, atau dikatakan dengan orang-orang yang mempunyai penghasilan dari pihak-pihak tersebut sehingga menjadi wajib pajak dalam negeri. Adapun pihak-pihak yang dumaksud adalah sebagai berikut :

1. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan pegawai atau bukan pegawai. Akan tetapi, apabila pemberi kerja tersebut adalah badan perwakilan Negara asing dan organisasi-organisasi internasional dengan syarat-syarat yang ditetapkan menteri keuangan.
2. Bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayar lain, sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

3. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pension dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun
4. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
5. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksaan suatu kegiatan.

Dalam pemotongan pajak, negara mengacu pada nilai penghasilan tidak kena pajak. Jadi, pegawai dan karyawan yang mendapatkan pemotongan gaji adalah mereka yang mempunyai penghasilan yang lebih dari penghasilan tidak kena pajak sebagaimana yang ditetapkan dengan Undang-Undang pajak penghasilan. Penghasilan pegawai tetap atau pensiunan yang dipotong pajak untuk setiap bulan adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun yang besarnya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan iuran pension dan penghasilan tidak kena pajak. Sedangkan untuk pegawai harian, minguan serta pegawai tidak tetap lainya, besarnya pajak yang dipotong adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan yang besarnya ditetapkan menteri keuangan. Pemotongan pajak tersebut bersifat final, artinya wajib pajak tidak perlu mengajukan SPT kepada Direktorat Jenderal Pajak, kecuali apabila wajib pajak memperoleh penghasilan yang tidak berkaitan dengan badan-badan di atas.

II. Pemotongan Pajak yang Berkaitan dengan Penghasilan Tertentu
Berdasarkan pph pasal 23 penghasilan tertentu yang mendapat pemotogan pajak adalah sebagai berikut :
1. Deviden
Deviden merupakan bagian laba atau pendapatan perusahaan yang besarnya ditetapkan leh direksi serta disahkan oleh rapat pemegang saham untuk dibagikan kepada para pemegan saham.
2. Bunga
Bunga merupakan imbalan sehubungan dengan memnijamkan uang yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, selain bank dan lembaga keuangan
3. Sewa dan royalty
Sewa yaitu setiap jalas basa yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan penggunaan harta dalam hal ini hanya terbatas dari penghasilan modal sedangkan
royalti merupakan balas jasa yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pengguanaan hak.
4. Penghasilan jasa teknik dan jasa management
Jasa teknik yaitu pemberian jasa berupa pemberian informasi yang berhubungan dengan pengalaman di bidang industri. Perdangangan dan ilmu pengetahuan sedangkan jasa meanagement merupakan pemberian jasa dengan melibatkan diri langsung dalam melaksanakan management perusahaan dan memperoleh imbalan jasa berupa management fee. Penghasilan jasa teknik dan jasa management yang dilakukan oleh sebuah badan dikenakan pph pasal 23, sedangkan yang dilakukan oleh orang pribadi dikenakan pph pasal 21.
5. Jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong pph pasal 21.

III. Pemotongan Pajak yang Berkaitan dengan Wajib Pajak Luar Negeri
Terdapat beberapa bentuk penghasilan yang menjadi objek pemotongan pajak terhadap wajib pajak luar negeri. Penghasilan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

1. Deviden
2. Bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan pengembalian jaminan utang.
3. Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan pengguanaan harta.
4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan.
5. Hadiah dan penghargaan
6. Pensiun dan pembayaran berkala lainya.
Penghasilan tersebut dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkakan atau yang terutang oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainya kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20 %. Selain itu, pemotongan pajak sebesar 20 % ini juga berlaku bagi penghasilan dari penjualan harta di Indonesia yang diterima oleh wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri. Pemotongan sebesar 20 % tersebut didasarkan pada penghasilan neto. Pemotongan pajak tersebut bersifat final, kecuali pemotongan atas penghasilan yang yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi wajib pajak dalam negeri atau bentuk usah tetap.

Related Post:

0 komentar: