Mungkin banyak juga orang-orang yang berfikiran seperti saya, Apakah jangka waktu pemeriksaan merupakan sarana administratif atau untuk kepastian hukum?.
UU KUP tidak mengatur berapa lama pemeriksaan harus diselesaikan. Pembatasan 12 bulan hanya khusus digunakan untuk pemeriksaan SPT Lebih Bayar Pasal 17B ayat (1) UU KUP yang berbunyi :
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D, harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
WP yang mengajukan permohonan pengembalian psl 17B HARUS dilakukan pemeriksaan, dan untuk WP yang menyampaikan SPT LB namum tidak/belum mengajukan permohonan pengembalian psl 17B DAPAT dilakukan Pemeriksaan. Namun, kata nya sih di Prakteknya, semua SPT Lebih Bayar tetap diperiksa baik meminta pengembalian atau tidak.
UU KUP tidak menyebutkan secara pasti berapa lama jangka waktu pemeriksaan pajak, oleh karena itu diterbitkanlah Peraturan Menteri Keuangan No. 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cata Pemeriksaan. Menurut Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan No. 199/PMK.03/2007 bahwa jangka waktu pemeriksaan untuk menguji kepatuhan adalah :
[1] paling lama 6 bulan untuk pemeriksaan kantor;
[2] paling lama 8 bulan untuk pemeriksaan lapangan; dan
[3] paling lama 2 tahun jika terindikasi transfer pricing;
PERTANYAAN SAYA ADALAH BAGAIMANA JIKA PEMERIKSA PAJAK TIDAK DAPAT MEMENUHI JANGKA WAKTU TERSEBUT ?..
- dari data yang saya dapat, Sebagian besar pemeriksa ( dulu ) tidak beranggapan bahwa jangka waktu pemeriksaan merupakan bagian dari kepastian hukum dan hanya menganggap nya sebagai sarana administratif saja. Hal ini bisa terlihat dari banyaknya jangka waktu pemeriksaan yang lewat dari 8 bulan. Apakah pemeriksaan tersebut kemudian menjadi batal? Ternyata pada prakteknya tetap saja pemeriksaan berlanjut dan berujung di skp [surat ketetapan pajak].
Dari pihak Wajib Pajak, jangka waktu 8 bulan bisa jadi terlalu lama. Dia harus menunggu ketidakpastian selama 8 bulan. Bahkan mungkin sebagian besar Wajib Pajak sebenarnya ingin mengatakan/berkata, "Woi fiskus, kalau kamu tidak bisa membuktikan SPT saya salah dalam jangka waktu 8 bulan, tetapkan saja nihil!, jgn pakai lama2 dan berbelit2 !!!! "
Sebaliknya dari sisi pemeriksa pajak, bisa jadi waktu 8 bulan tersebut masih kurang. Mungkin si pemeriksa tidak hanya memeriksa satu Wajib Pajak pada waktu bersamaan. Ada beberapa Wajib Pajak yang sedang diperiksa sehingga perhatian untuk satu Wajib Pajak tidak setiap hari. Pada akhirnya, jangka waktu 8 bulan pemeriksaan dilewati.
Apakah penerbitan skp hasil pemeriksaan yang lewat 8 bulan bisa dibatalkan?
Menurut Pasal 36 ayat (1) UU KUP hasil pemeriksaan yang bisa dibatalkan hanya dua kondisi, yaitu :
[1] SPHP tidak disampaikan, atau
[2] tidak ada pembahasan akhir dengan Wajib Pajak.
Dengan demikian, hasil pemeriksaan yang lewat 8 bulan tidak bisa dibatalkan karena tidak diatur oleh UU KUP.
Karena tidak diatur lebih lanjut, maka pemeriksaan yang lewat jangka waktu sebagai mana diatur Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan No. 199/PMK.03/2007 tidak bisa digugat oleh Wajib Pajak dan menurut saya ini merugikan bagi pihak WP.
Namun, dari data yang saya dapat dan dari dosen saya, sekarang ini di DJP/KPP sudah ditetapkan kode etik pemeriksa. jadi seorang pemeriksa itu di wajibkan untuk menyelesaikan pemeriksaan nya beberapa waktu ( bisa 1bulan agar dapat dilakukan nya closing conference dengan WP ) sebelum jangka waktu pemeriksaan berakhir.
*jika suka dengan artikel ini, silahkan share artikel ini ke situs jejaring sosial anda dan biasakanlah memberi komentar yang bermanfaat :)
*jika suka dengan artikel ini, silahkan share artikel ini ke situs jejaring sosial anda dan biasakanlah memberi komentar yang bermanfaat :)
0 komentar:
Post a Comment